Social Icons

Sabtu, 07 Juni 2014

Sidat Unik "Berkuping Tak Bersirip"

Sidat Laut didaerah sulawesi sangat banyak berbagai macam bentuk dan warna ada didaerah ini jika selama ini orang mengenal sidat kebanyakannya adalah bicolor dan marmorata, didaerah sulawesi ada sidat yang jenis lain yang jarang dijumpai, kami sendiri belum mengetahui persis apa nama sidat ini sebenarnya. Salah satu sidat yang kami maksud bentuk kepalanya besar dan landai, bentuk ekor lancip, dan bentuk kuping berlubang dan tidak bersirip. Sidat jenis ini hampir menyerupai belut karena siripnya tidak ada namun mempunyai kuping berlubang. Warnanyapun beraneka macam, ada yang batik, hitam dan keputihan. Berat tubuhnya ada yang mencapai 50 kg, namun kebanyakannya 3 kg keatas. Kandungan minyaknya sangat banyak, minyaknya terlihat saat sidat dikeringkan akan mengeluarkan cairan minyak. Sidat Berkuping ternyata memang benar adanya tidak seperti anggapan sebagian orang yang mereka itulis dalam web dan blog mereka katanya sirip itulah yang dianggap kuping. Namun secara realita kami menemukan sidat berkuping dan bukan sirip. Sidat berkuping lebih disukai oleh sebagian orang jepang dari pada yang bersirip karena menurut mereka kandungan minyak yang terdapat dalam sidat berkuping lebih banyak dibandingkan sidat bersirip. Didaerah sulawesi sidat bersirip juga ada.

Sabtu, 31 Mei 2014

"Sidat" Makhluk laut yang berasal dari lautan dalam merupakan ikan yang memiliki tubuh menyerupai ular.

VIVAnews - Pernah mendengar ikan sidat? Makhluk laut yang berasal dari lautan dalam ini merupakan ikan yang memiliki tubuh menyerupai ular. Belut? Berbeda. Ini ikan sidat.

Di Jepang, ikan sidat cukup terkenal. Dagingnya dianggap lezat dan memiliki kandungan vitamin yang sangat tinggi. Sehingga, banyak restoran-restoran Jepang yang menjadikan sidat sebagai menu andalan, seperti Kabyaki dan Unadon.

Sementara di Indonesia, ikan sidat masih terdengar asing di telinga. Apalagi manfaat-manfaatnya. Bentuknya yang bulat dan memanjang seperti belut atau ular membuatnya tidak terlalu menarik bagi masyarakat Indonesia. Itu yang menyebabkan tingkat konsumsi sidat terbilang rendah.

Menurut Rohkmin Dahuri, Kketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia, selain dagingnya yang lezat, sidat juga memiliki harga yang fantastis di pasar luar negeri. 

"Untuk sidat yang masih benih (Glass eel) harganya US$7, atau setara Rp70.000 per ekor. Sedangkan per kilogramnya yang terdiri dari 5.000 benih bisa mencapai Rp350 juta," kata Rokmin, di acara Diskusi Peran Riset, Teknologi Budaya, dan Pemasaran Ikan Sidat di Kantor BPPT, Jakarta, Kamis 20 Juni 2013.

Di pasar luar negeri, harga ikan sidat dewasa mencapai Rp70 juta per kilogram, sementara di pasar Indonesia harganya Rp1,2 juta per kilogram.

"Harga yang luar biasa mahal itu yang membuat ikan sidat lebih banyak diekspor, baik dalam bentuk benih atau yang sudah dewasa," kata Rokhmin.

Menurut Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu, kegiatan ekspor dapat membahayakan, karena nilai tambahnya tidak ada di Indonesia. Kalau negara ini mau menjadi besar, seharusnya dapat melihat ikan sidat sebagai peluang.

"Saya lebih menginginkan ikan sidat menjadi komoditas unggulan. Kenapa? Karena kebutuhan ikan sidat di pasar di Indonesia cukup tinggi, terutama untuk restoran-restoran Jepang," kata Rokhmin.


Saat ini, pembibitan ikan sidat masih sangat sulit dilakukan. Banyak peneliti Jepang yang sudah menelitinya, namun tidak berhasil.

Menurut Iwan Eka Setiawan, Peneliti Biologi Kelautan BPPT, pembibitan ikan sidat sebenarnya bisa dilakukan, tapi pertumbuhannya sangat lama. Berbeda dengan pertumbuhan ikan sidat di alam bebas.

"Saat ini, untuk mendapatkan bibit ikan sidat masih dengan cara menangkapnya di lautan. Tak hanya itu, proses pembesaran dari bibit menjadi ikan dewasa juga masih cukup sulit," kata Iwan. (umi)

Potensi Gizi dan Usaha Ikan Sidat

Potensi Ikan Sidat di Indonesia dan Upaya Peningkatan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat


Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Indonesia termasuk yang terbesar di dunia. Namun, potensi tersebut masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu diantaranya adalah potensi ikan sidat. Ikan sidat atau Anguilla sp merupakan salah satu komoditas perikanan yang belum banyak dikenal orang. Padahal, hewan yang mirip dengan belut ini memiliki potensi luar biasa sebagai komoditas dalam negeri maupun ekspor. Saat ini, permintaan ekspor sidat terus meningkat. Harga jualnya juga mencengangkan. Ikan sidat merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar internasional (Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain), dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor tinggi. Selain memiliki pasar ekspor yang potensial, ikan sidat sendiri memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Hati ikan sidat memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram. Dengan fakta seperti itu, maka membudidayakan ikan sidat selain mempunyai potensi pasar yang menjanjikan juga bisa memberikan jaminan gizi kepada orang yang mengkonsumsinya.



Di Indonesia paling sedikit memiliki enam jenis ikan sidat yakni: Anguilla mormorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla bicolor pacifica. Jenis-jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam. Di perairan daratan (inland water) ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan danau) dataran rendah hingga dataran tinggi. Tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi ikan sidat. Selain untuk konsumsi, di Indonesia ikan sidat juga dibudidayakan untuk tujuan ekspor, salah satunya untuk memenuhi permintaan benih. Misalnya di Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang terdapat mitra kerja sama dari Jepang, yakni Asama Industry Co Ltd. mitra ini bekerja sama dengan PT Suri Taini Pemuka yang melakukan kerja sama untuk memproduksi ikan sidat. Ikan sidat yang sudah diproduksi tersebut bisa diekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung.




Sampai saat ini, manusia belum bisa melakukan pemijahan terhadap benih ikan sidat tersebut. Pasalnya, ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam setelah benur lahir dan menjadi benih. Biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai. Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa pemijahan lagi.Di Indonesia sendiri, sumberdaya benih cukup berlimpah. Menurut Kepala Bagian Budidaya di BLU Pandu Karawang, kini sudah ada yang mengomersialkan keberadaan benih ikan sidat, terutama nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan sidat, yang satu kilogramnya atau sekitar 5.000 benih dijual seharga Rp 150.000 per kg. Pembelinya pun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam, dan tentunya Jepang. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran benih tersebut adalah perairan Poso, Manado, selatan Jawa terutama perairan Pelabuhan Ratu, dan perairan di barat Sumatera.

Namun, tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih sidat itu baru nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu. Sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan benih ikan sidat tersebut. Misalnya di Poso dan Manadi, benih ikan sidat tersebut dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Ketika warga tidak mengetahuinya, ikan sidat itu menjadi ikan biasa seperti teri.



Benih ikan sidat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang mahal. Misalnya, ikan sidat jenis marmorata. Untuk membeli satu kilogramnya harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000. Namun, ada juga 5 jenis ikan sidat lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor. Benihnya banyak ditemukan di perairan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Ikan sidat terbilang cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang, yakni 3-4 bulan. Adapun pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9.000 per kg. Selain itu, ikan juga butuh pakan tambahan berupa keong mas yang sudah dipotong-potong. Dalam perawatannya pun, suplai oksigen harus dijaga karena ikan sidat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Adapun tingkat kehidupan rata-rata ikan sidat tersebut mencapai 75 persen dari bibit yang ditebar.




Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat di Indonesia adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan sidat ini adalah Vietnam dan Korea, demikian juga dengan Jepang sendiri. Anehnya, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan benih ikan sidat dari Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan sidat dengan alasan guna melindungi spesies dan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Namun penyelundupan benih sidat mampu lolos dari Indonesia.




Potensi sumberdaya ikan sidat yang cukup besar namun pemanfaatannya belum optimal sebenarnya mampu memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pemanfaatan sumberdaya ikan sidat adalah sebagai berukut :




1. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Ikan Sidat di Indonesia




Data tentang penyebaran dan potensi ikan sidat perlu dikumpulkan dan dianalisis. Pada saat ini data-data hasil penelitian tersebar di beberapa perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian serta lembaga lainnya. Apabila dihimpun, akan tampak di lokasi-lokasi mana saja yang masih harus dilakukan inventarisasi dan informasi apa saja yang masih harus dikumpulkan sehingga datanya dapat dipetakan. Kegiatan inventarisasi ini harus dilakukan hingga dihasilkannya suatu “peta distribusi dan potensi ikan sidat di Indonesia”. Melalui peta tersebut pengguna dapat mengetahui dengan mudah mengenai penyebaran jenis, kelimpahan dan stadia ikan sidat yang ada di perairan Indonesia.




2. Sosialisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat Kepada Masyarakat




Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengenal bentuk / rupa ikan sidat dan mencicipi rasanya. Agar ikan sidat dapat dikenal dan dapat diterima sebagai ikan konsumsi oleh masyarakat secara luas maka harus ada usaha-usaha penebaran ikan sidat di daerah-daerah yang secara alami tidak mungkin akan didapatkan ikan sidat. Benih ikan sidat yang ditebar di suatu perairan (sungai, rawa dan danau) akan tumbuh dan ketika suatu saat tertangkap oleh pemancing atau penangkap ikan, maka mereka akan berusaha untuk mengenalinya (mengenal / mengetahui nama jenisnya) dan akan mencoba untuk mengkonsumsinya. Melalui usaha ini, lambat laun masyarakat akan menerima ikan sidat sebagai ikan konsumsi. Apabila masyarakat telah mengenal dan menerima ikan sidat sebagai ikan konsumsi, selanjutnya diharapkan masyarakat akan membutuhkan ikan tersebut dan ikan ini menjadi komoditas yang diperjualbelikan di pasar lokal. Sejalan dengan usaha penebaran ikan sidat di perairan-perairan umum, dilakukan pula pengenalan produk-produk olahannya kepada masyarakat (misalnya: dendeng sidat, pepes, presto, sop, kobayaki, sidat asap dan lain-lain), baik melalui media masa elektronik maupun media masa cetak dan pameran-pameran.




Kegiatan ini membutuhkan waktu yang cukup lama (3 – 5 tahun), namun harus dilakukan bila ingin agar masyarakat mengenal, menyenangi dan membutuhkannya. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah meningkatkan permintaan masyarakat akan ikan sidat. Apabila permintaan ikan ini telah meningkat maka untuk memenuhinya otomatis akan memacu kegiatan penangkapan di tempat yang merupakan daerah penyebarannya dan juga akan memacu kegiatan budidayanya. Ikan sidat adalah ikan yang bersifat katadromos artinya ikan ini akan beruaya ke laut dalam ketika akan bereproduksi. Karena ikan ini tidak mungkin berkembangbiak di lokasi yang kita tebari, maka upaya penebaran ikan ini harus dilakukan secara berulang kali. Dalam hal kegiatan penebaran (stocking) ke perairan umum, perlu di awali dengan uji coba pada perairan yang luasnya terbatas (misalnya di situ) dan dikaji dampaknya terhadap populasi jenis ikan lain yang ada di perairan tersebut. Dari kajian ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai dampak (positif atau negatif) dari kegiatan stocking tersebut. Stocking benih ikan sidat ini nantinya diharapkan selain akan dikenali oleh masyarakat juga akan mampu meningkatkan produksi ikan sidat dari perairan umum sebagaimana yang telah dilakukan di Australia.




3. Pengembangan Teknik Penangkapan Ikan Sidat di Perairan Umum




Apabila ikan sidat telah dikenal dan dibutuhkan oleh masyarakat maka kegiatan penangkapan ikan sidat di perairan umum akan meningkat. Untuk mengarahkan agar kegiatan penangkapan ini tidak bersifat destruktif bahkan mengancam kelestariannya maka perlu diperkenalkan teknik penangkapan yang sederhana dan ramah lingkungan. Di samping itu juga perlu dipikirkan dari awal, upaya-upaya konservasi di lokasi-lokasi tertentu yang merupakan jalur ruaya reproduksi ikan tersebut sehingga proses recruitment ikan tersebut tidak terganggu.




4. Pengembangan Teknik Budidaya Ikan Sidat




Sejalan dengan upaya sosialisasi ikan sidat kepada masyarakat, upaya pengenalan teknik budidayanya pun perlu dilakukan. Teknik budidaya sidat yang perlu diperkenalkan kepada masyarakat (petani ikan) adalah teknik budidaya yang sederhana yang tidak membutuhkan banyak modal. Agar biaya produksi pada budidaya ikan sidat relatif rendah maka petani perlu diberi informasi yang memadai mengenai pakan sidat. Hal ini karena 50-60% dari biaya produksi berasal dari komponen pakan, sehingga apabila pakan sidat murah maka biaya produksi akan menjadi murah (rendah). Ikan sidat merupakan ikan karnivora murni yang membutuhkan pakan berupa hewan lain. Apabila ikan tersebut diberi pakan buatan maka kadar protein pakannya harus tinggi (> 45%) sehingga harga pakannya mahal, hal ini akan menyebabkan biaya produksi dalam budidaya sidat menjadi tinggi sehingga harga sidat bila di jual akan tinggi pula dan ini akan menghambat sosialisasi ikan sidat sebagai ikan konsumsi masyarakat. Untuk menyiasati agar biaya produksi rendah, maka petani harus dibiasakan untuk mulai menggunakan sumber-sumber protein yang saat ini melimpah namun tidak / belum dimanfaatkan secara maksimal, misalnya: keong mas, limbah pengolahan ikan dan ternak atau hewan lain yang dapat dibudidayakan secara sederhana dan murah (misalnya: bekicot, cacing tanah dan lain-lain). Pengembangan teknik budidaya sidat sederhana yang dilakukan oleh masyarakat (petani kecil) dengan skala usaha relatif kecil tetapi pelaksananya (jumlah petani yang terlibat) banyak diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan produksi ikan sidat yang cukup besar dengan harga yang relatif rendah sehingga terjangkau oleh masyarakat.




Bilamana petani-petani ikan sidat telah banyak jumlahnya dan produksi dari hasil budidayanya telah cukup tinggi dan stabil maka produksi yang tadinya untuk tujuan konsumsi lokal dapat dialihkan ke tujuan ekspor. Agar supaya mutu produk petani dan kontinuitas produksi lebih terjamin maka petani ikan perlu menghimpun diri dalam asosiasi-asosiasi yang mampu mandiri dan mampu mengembangkan usahanya ke arah yang lebih maju.




Bersamaan dengan pengembangan budidaya di masyarakat dan oleh masyarakat, lembaga penelitian dan perguruan tinggi harus melakukan penelitian-penelitian yang mengarah pada pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh petani pelaksana dan penciptaan teknologi yang lebih maju dengan tidak mengesampingkan aspek produktivitas dan efisiensi.




5. Pengembangan Teknik Pengolahan Produk Ikan Sidat




Untuk meningkatkan daya terima masyarakat akan ikan sidat dan nilai tambah ikan sidat itu sendiri, maka produk yang di jual ke konsumen seyogyanya bukan hanya dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk olahan. Oleh karena itu maka kajian-kajian tentang proses pengolahan ikan sidat perlu dikembangkan terutama produk olahan yang sangat diminati oleh konsumen lokal ataupun konsumen internasional.

Jepang Incar Ikan Sidat Indonesia


08
2010

Benar jika dikatakan bahwa kekayaan kelautan dan perikanan Indonesia termasuk yang terbesar di dunia. Buktinya terlihat dari salah satu spesies ikan kegemaran warga Jepang, yaitu ikan sidat atau unagi, yang banyak hidup di perairan Indonesia.
Benih ikan sidat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang wah dan bisa mengucurkan yen ke kantong. Ambil contoh, ikan sidat jenis marmorata. Untuk membeli satu kilogramnya saja, Anda harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000.
Namun, ada juga 5 jenis ikan sidat lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor. Benihnya banyak ditemukan di perairan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Sampai saat ini, manusia belum bisa melakukan pemijahan terhadap benih ikan sidat tersebut. Pasalnya, ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam setelah benur lahir dan menjadi benih. Biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai.
Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa pemijahan lagi. “Jepang yang memiliki teknologi tinggi pun sampai sekarang belum bisa melakukan pemijahan tersebut,” papar Made Suita, Kepala Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang, Minggu (14/3/2010).
Alhasil, untuk pembudidayaan ikan sidat tersebut, benih harus didatangkan dari alam. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran tersebut adalah perairan Poso, Manado, selatan Jawa terutama perairan Palabuhan Ratu, dan perairan di barat Sumatera.
Namun, tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Made menyebutkan, nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih sidat itu baru nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Wilayah ini memiliki palung dan muara sungai yang mengalir ke laut.
Nurdin selaku Kepala Bagian Budidaya di BLU Pandu Karawang bilang, kini sudah ada yang mengomersialkan keberadaan benih itu, terutama nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan sidat, yang satu kilogramnya atau sekitar 5.000 benih dijual seharga Rp 150.000 per kg. Pembelinya pun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam, dan tentunya Jepang.
Namun sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan bibit ikan sidat tersebut. Di Poso dan Manadi, misalnya, benih ikan sidat tersebut bahkan dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Menurut Nurdin, ketika warga tidak mengetahuinya, ikan sidat itu menjadi ikan biasa seperti teri.
Pembeli benih ikan sidat dari berbagai negara kini sudah banyak mengincarnya. Sementara itu, pembeli benih domestik hanya memanfaatkannya untuk kebutuhan budidaya yang ada di Karawang, Cirebon, dan Indramayu. Yang menyulitkan bagi pembudidaya di dalam negeri adalah mereka tidak memiliki akses langsung ke pasar ekspor. Adapun di pasar dalam negeri, mereka tidak bisa berharap banyak karena konsumen domestik tidak menyukai ikan sidat dan juga karena harganya yang mahal.
“Untuk membudidayakannya juga ada persyaratan jika ingin ekspor ke Jepang sehingga pembudidaya ikan sidat sulit untuk ekspor ke sana,” kata Nurdin.
Salah satu cara untuk bisa menembus pasar Jepang adalah dengan menjalin kerja sama terhadap perusahaan Jepang yang sebelumnya sudah berbisnis ikan sidat.
Nurdin bilang, ikan sidat cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang, yakni 3-4 bulan. Adapun pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9.000 per kg. Selain itu, ikan juga butuh pakan tambahan berupa keong mas yang sudah dipotong-potong.
Dalam perawatannya pun, suplai oksigen harus dijaga karena ikan sidat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Adapun tingkat kehidupan rata-rata ikan sidat tersebut mencapai 75 persen dari bibit yang ditebar. “Jika ingin detailnya, maka silakan datang ke BLU Tambak Pandu Karawang. Kami akan berikan informasi detailnya,” undang Nurdin.
Saat ini di BLU Pandu Karawang terdapat mitra kerja sama dari Jepang, yakni Asama Industry Co Ltd. Mitra ini bekerja sama dengan PT Suri Tani Pemuka yang melakukan kerja sama untuk memproduksi ikan sidat di BLU Pandu Karawang. Ikan sidat yang sudah diproduksi tersebut bisa diekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung. Sayang, Made tidak mau menyebutkan angka ekspor dari perusahaan mitranya tersebut.
Saat ini yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan sidat adalah membuka kerja sama dengan pemasok ikan sidat yang ada di pasar dunia. Menurut Made, pasar yang sangat menarik dan belum banyak disentuh adalah pasar ikan sidat untuk kebutuhan non-Jepang. “Yang mengonsumsi itu tidak hanya Jepang. Taiwan, Korea, dan China juga sangat menyukai ikan ini,” ungkap Made.
Butuh proteksi ekspor benih
Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat ini adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan sidat ini adalah Vietnam dan Korea, demikian juga dengan Jepang sendiri. Anehnya, kata Made, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan benih ikan sidat dari Indonesia.
Padahal, kata Made, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan sidat dengan alasan guna melindungi spesies dan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Namun, pembudidaya ikan sidat di Jepang itu sendiri ternyata adalah orang Indonesia,” ungkap Made.
Termasuk yang ada di Korea dan juga Vietnam, benih ikan sidat itu diindikasi berasal dari Indonesia. Made mengindikasi bahwa banyak benih ikan sidat dari Indonesia berseliweran keluar negeri dan dibudidayakan di luar negeri. “Kontainer saja yang besar bisa diselundupkan, apalagi benih yang kecil ini,” ujar Made.
Jika penyelundupan benih itu bisa diatasi, maka produksi ikan sidat dari budidaya di dalam negeri bisa sangat diandalkan sebagai nilai tambah bagi pembudidaya di dalam negeri, termasuk menambah devisa negara. (Asnil Bambani Amri/Kontan)kan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat ikan sidat
SUMBER: Kompas.com

Minggu, 25 Mei 2014

Jual Sidat Laut Kering dan Lezat

Tersedia sidat laut kering dalam jumlah banyak untuk ekspor dan lokal, harga Nego bagi yang berminat silahkan menghubungi kami di
email : sidatlaut@gmail.com 
 
Blogger Templates